Pertambangan, pembunuhan dan kekacauan : Dampak industri pertambangan di Selatan


Gn. Grasberg, Pertambangan emas terbesar di Indonesia
Industri ekstraksi mineral telah mendatangkan bencana bagi lingkungan dan sosial di banyak negara Dunia Ketiga. Selain memberikan gambaran tentang fenomena tersebut, penulis juga menggambarkan kasus industri pertambangan dengan contoh tambang emas Grasberg di Irian Jaya Indonesia yang merupakan tambang emas terbesar di dunia. Secara kebetulan di Grasberg sedang marak masyarakat lokal yang berorganisasi untuk melawan pelanggaran-pelanggaran oleh perusahaan-perusahaan pertambangan. 

Satu setengah abad yang lalu, penambang emas yang dikenal sebagai Argonauts tiba berbondong-bondong di California dan menghancurkan sumber daya penduduk asli seperti sungai, gunung dan jalan raya. Nasib yang sama dialami oleh suku Inca 350 tahun sebelumnya, dengan invasi dari conquistador ke Amerika Latin yang mengeksploitasi pegunungan Andes untuk emas. Singkatnya, pembunuhan dan kekacauan telah menjadi nasib masyarakat adat dan lingkungannya untuk mengejar logam emas dan lainnya.

Tapi kebanyakan orang tidak menyadari bahwa hal tersebut masih berlangsung hingga saat ini dalam ekonomi global baru. Dan bukannya lebih baik justru malah semakin parah, dengan semakin banyak dolar yang dihabiskan untuk pengembangan pertambangan di Dunia Ketiga; kemajuan teknologi juga berpengaruh untuk menggali tanah milik masyarakat lokal lebih cepat, lebih dalam dan lebih murah. Selain itu sering terjadi kolusi yang dilakukan para pekerja tambang demi kepentingan pribadi dalam mengejar logam mulia. Hal tersebut membuktikan bahwa penambangan secara historis memiliki dampak lingkungan dan sosial yang sangat besar, terutama bagi negara-negara di Dunia Ketiga. Negara tersebut masih dijajah dalam hal perekonomian yakni salah satunya untuk menguasai sumber-sumber kekayaan alam, selain itu mereka juga telah membuat segelintir orang menjadi kaya akibat kolusi yang banyak terjadi. 

Perusahaan pertambangan juga terkenal karena melahirkan ketergantungan di antara masyarakat di sekitar proyek-proyek sumber daya utama, Demikian juga dengan pemerintah nasional yang “kecanduan” pendapatan dari hasil pertambangan, seperti pajak dan royalti. Sebenarnya modal asing memang diperlukan untuk pertambangan, namun bertujuan untuk memiskinkan, bukan memperkaya bangsa yang dieksploitasi. 

Studi Kasus : Tambang Emas Grasberg
PT Freeport Indonesia, anak perusahaan yang mengoperasikan tembaga Grasberg dan tambang emas telah dituduh melakukan pengrusakan lingkungan yang sangat besar, terutama pembuangan 130.000 ton limbah batuan (tailing) setiap harinya ke sungai lokal sebagai lokasi pembuangan. Grasberg juga menjadi terkenal karena pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh ribuan tentara di situs pertambangan yang diduga ada untuk melindungi tambang dari penduduk setempat yang tidak puas, penduduk yang tanahnya telah digali atau yang menjadi tempat pembuangan tailing. 
HAK ASASI MANUSIA DI GRASBERG
Pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan telah terdokumentasi dengan baik. Mereka adalah bagian dari pengalaman pengembangan sumber daya karena undang-undang yang berlaku, sanksi pelanggaran tersebut dirancang oleh pemerintah Orde Baru Suharto untuk menjamin investor asing seperti Freeport McMoRan untuk memberi keamanan dalam kegiatan-kegiatannya (UU Pertambangan No. 11/1967 dan peraturan, didukung oleh UU Penanaman Modal Asing No. 1/1967 dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri No. 6/1968 dan peraturan pelaksanaannya). Dalam kasus Grasberg, hukum-hukum ini juga bermanfaat bagi keluarga Soeharto yang telah banyak berinvestasi di PT Freeport Indonesia. 

Secara umum, pelanggaran HAM di tambang ini diantaranya: 
- Pelanggaran Hak Penentuan Nasib Sendiri (self-determination) 
Hak tanah adat yang dimiliki oleh individu, keluarga atau suku tidak diakui karena telah diberi label perusahaan pertambangan. Akibatnya, dasar dari organisasi sosial masyarakat adat ditolak. Meskipun telah diadakan Perjanjian Januari 1974 antara PT Freeport dan suku Amungme. 

- Pelanggaran Hak Hidup (Violation of the Right to Life) 
Konflik perebutan tanah dan sumber daya yang terbatas, telah diperburuk oleh adanya pengakuan sisi wilayah yang terus melebar oleh pertambangan. Banyak orang yang meninggal akibat konflik ini. Hal tersebut terjadi sebagai akibat dari penyalahgunaan pasukan keamanan dan dampak kesehatan lingkungan dari pertambangan. 

- Pelanggaran terhadap Hak untuk Bebas dari Ketakutan 
Stigmatisasi dengan label politik seperti GPK atau OPM ditujukan pada anggota masyarakat yang tinggal di sekitar tambang Grasberg telah menciptakan suasana ketakutan dan kecemasan. Bahkan diduga asosiasi dengan organisasi-organisasi ini dapat mengakibatkan penganiayaan. 

- Pelanggaran terhadap Hak untuk Bebas dari Penyiksaan 
Sejumlah penangkapan yang diikuti dengan penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan menyebabkan kerusakan fisik dan mental telah terjadi di Grasberg. Meskipun dikatakan karena alasan untuk mempertahankan stabilitas sosial, namun cukup jelas bahwa pendekatan kekerasan yang digunakan sebenarnya hanya untuk mengamankan aset- Grasberg.
- Pelanggaran terhadap Hak untuk subsisten 
Di Grasberg, pelanggaran hak ini secara sistematis yang dilakukan, misalnya, terhadap usaha pertanian yang daerahnya sekarang dibanjiri dengan tailing. 

- Pelanggaran terhadap Hak untuk sebuah standar hidup yang layak dan Kesehatan 
Penghapusan paksa, penggusuran dan perampasan tanah yang telah terjadi, dapat mempengaruhi standar orang-orang yang sebelumnya hidup dengan layak. Pencemaran lingkungan dan kerusakan juga melanggar hak mereka untuk hidup sehat. 

- Pelanggaran Hak untuk Perlindungan Anak 
Perilaku para petugas keamanan melaksanakan pemindahan paksa atau penertiban (pemulihan ketertiban) di Grasberg sering mengakibatkan penyalahgunaan hak ini. Trauma besar dikunjungi pada anak yang tumbuh dalam kondisi ini. 

MASALAH LINGKUNGAN DI GRASBERG
Terlepas dari masalah yang dihadapi oleh suku Amungme, jelas bahwa masyarakat hilir, sebuah suku yang dikenal sebagai Komoro, banyak mengeluh tentang hilangnya hutan hujan di dataran rendah di bawah tambang yang menjadi tempat pembuangan tailing. Saat ini, perusahaan mengakui bahwa 30 kilometer persegi hutan sudah mati. Pada awalnya, kawasan ini pernah menjadi kebun subur bagi orang Komoro. Namun kini mereka dipindahkan secara paksa dan lahannya digunakan untuk dijadikan jalan demi menunjang sarana transportasi bagi kebutuhan tambang. Tetapi tidak hanya Komoro yang mengklaim PT Freeport adalah membunuh hutan mereka. 

Potensi dampak air asam dari limbah tambang sangat merugikan. Mereka telah menghancurkan ekosistem sungai. Tingkat pH yang berubah di Sungai Ajkwa telah membatasi pertumbuhan organisme bentik mikroba - sumber makanan utama di bagian bawah rantai makanan. Apabila air sungai diminum dengan tingkat debu yang tinggi maka akan menyebabkan muculnya berbagai penyakit bagi kesehatan masyarakat sekitar. Lingkungan yang asam juga akan menyebabkan kematian biologis sebagian besar wilayah, termasuk Taman Nasional Lorentz, yang terletak hanya beberapa mil ke arah timur. 

Namun kini, orang-orang Amungme dan Komoro di Grasberg, dan masyarakat lainnya dari Dunia Ketiga melakukan perlawanan terhadap operator pertambangan yang tidak bermoral. Dalam kasus Freeport McMoRan, karena kesulitan mengamankan keadilan di Indonesia, kepemimpinan lokal menggugat perusahaan di pengadilan AS terhadap hak asasi manusia dan kerusakan lingkungan untuk klaim sebesar $ 6 miliar. Contoh keberhasilan oleh masyarakat yang terorganisasi dengan baik di Selatan melawan penyalahgunaan kepentingan pertambangan yakni melakukan usaha dalam jangka panjang, seperti halnya gerakan hutan hujan dunia. Solusi harus dicari melalui alternatif pengembangan dan efisiensi dalam produksi material modern, serta melawan.

Penulis : Danny Kennedy

Rodiyah Nur Hayati

I'm Eko Rio Wibowo as Photographer, Traveler, Sleeper.Enjoy!
"Here I just want to work, not racing to create works that are forced. So I'll let the cameras, feeling, and my desire to play."

1 comment: