Judul Buku : RUBIK
Penulis : Angga Wiradiputra
Menulis merupakan suatu keharusan. Entah itu berupa kutipan, menyusun beberapa jumlah kalimat dalam bentuk asumsi, persepsi, narasi, deskripsi yang kemudian menjadi potongan cerita yang dikemas kedalam bentuk multitasfir atau ambigu sekalipun. Setidaknya itu buat saya. Saya disini berarti adalah saya yang menulis buku ini. Menuturkan betapa kalimat yang ada di kepala kiranya tak tahan juga untuk pada akhirnya ingin dituliskan dan diceritakan kepada banyak orang untuk dibaca. Untuk dibaca, ya dibaca. Adapun dengan persepsi yang berbeda ditiap orangnya, ya bebas saja. Saya hanya memberi jalan dengan kalimat yang saya buat untuk kemudian dikembangkan menjadi apapun si pembaca inginkan, kalaupun memang enggan dengan alur yang saya utarakan. “RUBIK” ini tidak menuliskan cara-cara bermain rubik itu seperti apa, tapi „„RUBIK‟‟ disini adalah beberapa potongan cerita yang kompleks akan sebuah dilema, pertanyaan yang dijawab sebuah keresahan, gamang dalam pilihan seperti apa seharusnya berpikir benar, cerita lucu yang membuat tertawa, yang walau mungkin entah dimana letak lucunya. Ataupun jika membaca sepintas tanpa pendalaman makna, maka cukuplah saja mempersilahkan pembacanya akan sebuah intrepetasi dan bagaimana cara si pembaca mendeskripsikannya.
Hhmm mungkin lebih dikenal dengan fiksimini kali ya. Ah tapi ini lebih dari 140 karakter dalam twitter, jadi bebas saja ini akan dinamakan atau dimaknai seperti apa. Yang pasti sih semua yang ada di buku „„RUBIK‟‟ ini adalah merupakan kumpulan beberapa Notes/catatan saya, yang saya tulis dalam jejaringPenulis : Angga Wiradiputra
Menulis merupakan suatu keharusan. Entah itu berupa kutipan, menyusun beberapa jumlah kalimat dalam bentuk asumsi, persepsi, narasi, deskripsi yang kemudian menjadi potongan cerita yang dikemas kedalam bentuk multitasfir atau ambigu sekalipun. Setidaknya itu buat saya. Saya disini berarti adalah saya yang menulis buku ini. Menuturkan betapa kalimat yang ada di kepala kiranya tak tahan juga untuk pada akhirnya ingin dituliskan dan diceritakan kepada banyak orang untuk dibaca. Untuk dibaca, ya dibaca. Adapun dengan persepsi yang berbeda ditiap orangnya, ya bebas saja. Saya hanya memberi jalan dengan kalimat yang saya buat untuk kemudian dikembangkan menjadi apapun si pembaca inginkan, kalaupun memang enggan dengan alur yang saya utarakan. “RUBIK” ini tidak menuliskan cara-cara bermain rubik itu seperti apa, tapi „„RUBIK‟‟ disini adalah beberapa potongan cerita yang kompleks akan sebuah dilema, pertanyaan yang dijawab sebuah keresahan, gamang dalam pilihan seperti apa seharusnya berpikir benar, cerita lucu yang membuat tertawa, yang walau mungkin entah dimana letak lucunya. Ataupun jika membaca sepintas tanpa pendalaman makna, maka cukuplah saja mempersilahkan pembacanya akan sebuah intrepetasi dan bagaimana cara si pembaca mendeskripsikannya.
sosial akun facebook saya. Isinya beragam dari mulai cerita yang adalah sebagai bentuk sebuah dedikasi untuk seseorang atau bahkan untuk Tuhan, cerita fiksi, diary, puisi, dan sebuah/beberapa analogi dari
apa yang saya lihat setiap harinya. Keinginan saya sendiri sebenarnya bisa menulis sebebas-bebasnya menulis dengan ‘cara’ saya. Saya lelah akan sesuatu yang berdasar kepada ekspektasi orang tentang saya, karya saya, dan harus seperti apa saya dalam berkarya, jadi bebaskan saja…hhmm segitu aja paling. Selamat membaca. Mari menulis, mari berkarya.
PROLOG…
Sebuah rubik akan selesai dimainkan. Maka tersusunlah barisan warna dan bentuk yang tertata rapih dan sama ditiap sisinya. Tapi dilema dan perang cambuk logika ada diantaranya, menjadikannya sesuatu yang ‘kompleks’. Mengutak atik persepsi, mengikuti atau membantah nalar. Apa ini akan berakhir dengan susunan warna dan bentuk yang seharusnya?
Seharusnya seperti apa? Bukannya tiap orang punya cerita dan cara yang berbeda? Maka bebas saja,
menjadi pemilik semua barisan derap langkah setiap nalar yang keluar, menguasai persepsi, akan kemana
membawa ini, dan seperti apa rubik ini dimainkan.
DEAR KADEAR
C
C adalah creator.
C kadang terlalu egois, sedang aku terlalu dramatis. Banyak kebijakan dari C yang aku tanggapi secara dramatis dan berlebihan, sampai cerita ringan tentang picisan saja bisa sangat mengganggu logika wise aku
dalam berpikir dan bagaimana seharusnya berpikir benar. Aku benci ketika menjadi terlalu perasa dan peka. Terlalu bisa merasakan sedih, terlalu bisa merasakan sakit.
MUSANG BERBULU DOA
Diam seperti saat ini, seperti sebuah ironi dalam stagnasi perputaran chord dan padanan melodi musik industri. Mengintrepetasikan gelisah lewat sebuah doa yang disuguhkan dengan kegamangan secara satir dan menghardik. “I love you God”. Jadi beri aku alasan untuk mencintaimu lebih. SO JUST GIVE
ME A CHANCE.!!
Senyum
Eh tapi tapi tapi ternyata Tuhan itu baik. Karena mau menciptakanmu. Kamu tau ga, sebenernya kamu tuh lucu tau, beneran deh ga bohong. Coba aja ngaca kalo ga percaya.
*senyum.
Mama itu…
Hebat hebat hebat hebat hebat hebat hebat hebat.
Tadinya aku pikir Power Ranger itu hebat, tapi ternyata mama lebih hebat. Sulit untuk menggambarkan kesempurnaan yang ia punya, karena cahaya apapun tak mampu menandinginya. Dia sebenar-benarnya cinta, dia seharusnya berdiri bersama sekumpulan makhluk yang bersayap lainnya, karena seharusnya dia bagian dari mereka. Kebahagiaan menurut dia adalah ketika aku tertawa, kesedihan menurut dia adalah ketika aku menangis.
Dia ada, dia selalu ada.
Dia aku panggil Mama.
Papa itu…
Seorang yang memberi nama AKU.
Seorang yang selalu beradu argumen denganku.
Seorang teman diskusi sekaligus teman berantem paling ideal yang pernah aku punya.
Seorang yang ‘prosedural’.
Seseorang itu aku panggil Papa.
No comments:
Post a Comment